

Berawal ketika fadloil mulai jual sate kelinci, tiba-tiba pembeli berkomentar ;"enaknya lain, baru nemu yang enaknya seperti ini".
Komentar ini membuat saya penasaran untuk segera ikut mencicipi. dan yah, saya jadi ingat makan sate dan gulai kelinci dilembang, kalau nggak takut mubadzir udah tak tinggal itu makanan, karena oroma amisnya yang nggak tahan......
Dari dialog sana-sini ternyata pedagang sate kelinci akan tetap bisa bertahan dengan harga jual murah tidak lagi memperhatikan mutu, jika dapat kelinci afkir (cacat, kudisan dan sakit lainnya), maka keuntungan besar didapat.
Ketika pelaksanaan aqiqah putra tercintanya pingin sekali melaksanakannya dengan memotong seekor sapi, tapi atas nasehat ustad yang jadi pembimbingnya maka tetap kambing atau domba jadi pilihannya.
Ada suatu yang luar biasa bagi perubahan selera lidahnya, dengan heran dan bangga dia berujar : " kenapa selama ini aku tak suka daging kambing", "yang kuingat daging kambing itu bau anyir, bau prengus, bau bandot, bau yang menbuat perut mual". Ternyata daging kambing sakit yang pertama kali direkam dalam memorinya ketika masa kecil tinggal didesa, demikian juga yang banyak kita temukan dimasyarakat pedesaan, karena tingkat pendapatan rendah walaupun banyak ternak, tapi lebih banyak kambing atau domba yang sakit yang biasa mereka makan. Kondisi daging seperti ini juga sering kita dapatkan dari hasil pemotongan hewan qurban, karena kondisi yang serba darurat dan minimnya wawasan sehingga banyak hewan qurban dipotong dalam kondisi kurang fresh (stres).
Aroma Kambing yang sebagian orang membenci yaitu bau prengusnya bandot (kambing jantan baunya lebih tajam dibanding betina) sebenarnya bisa dikurangi dengan merubah pola pakan dari daun-daunan yang berbau (langu-Bhs Jawa) dengan pakan yang aromanya netral seperti rumput gajah, rumput lapangan, ampas tahu, konsentrat dll . Walau demikian sebagian masyarakat menyukai aroma prengus bandot daging kambing ini, "Aroma Prengusnya kambing identik aroma kejantanan"
Sementara domba yang aroma dagingnya lebih netral dibanding kambing, oleh sebagian warga Jakarta dan sekitarnya dituduh sebagai jenis ternak yang aroma dagingnya kurang nyaman (prengus).